Qira’ah
Mutawatirah
Yaitu
qira’at yang diriwayatkan oleh banyak perawi yang tidak mungkin melakukan dusta
hingga sampai rawi paling atas (Rasulluah Saw). Qira’ah mutawatir wajib
diterima dan dipakai untuk membaca al-qur’an . syihabbudin al-Qasthalani membagi
qira’ah mutawatir sebagai berikut:
كانت القراءات بالنسبة للتواتي ودعمه ثلاثة اقسام:قسم
اتفق علي توا تره هم السبعة المشهورة، وقسم اختلف فيه وهم الثلاثة بعدها، وقسم اتفق علي شذوذ وهم الاربعةالباقية
Yang dimaksud dengan tiga
imam qira’ah setelah tujuh imam adalah Abu Ja’far Ibnu Qa’qa al-Madani (w.229
H)termasuk qira’ah masyhur. Sedangkan yang dimaksud empat qira’ah lainnya
adalah Ibnu Muhaishin, Ibnu al-Mubarak, Ibnu Abi al-Hasan, dan Ibnu Mahram
al-A’Masy.
Qira’ah
Masyhurrah
Yaitu
qira’ah yang sanadnya sahih, tapi tidak mencapai derajat mutawatir, sesuai
dengan kaidah bahasa Arab, dan sesuai dengan salah satu rasm Utsmani. Seperti
qira’ah yang dinisbatkan kepada tiga imam qira’ah setelah tujuh imam di atas,
walaupun jumhur ulama memasukkan ketiga imam tersebut kepada qira’ah mutawatir.
Contoh
qira’at yang mashyur diantaranya yaitu : karangan yang paling terkenal dalam
hal ini adalah al-Taisir karya al-Daniy, Qashidah al-Syathibiy, lalu Au’iyat
al-Nasyr fi Qira’at al-Asyr dan Taqrib al-Nasyr, keduanya karya Ibnu
al-Jazariy.
Qira’ah Ahad
Yaitu
qira’ah yang sanadnya sahih, tapi menyalahi salah satu rasm utsmani atau
menyalahi kaidah bahasa Arab. Seperti riwayat Ibnu Abbas tentang bacaan:
لقذجاءكم رسول من انفسكم
Kata (انفسكم)dibaca oleh Ibnu Abbas dengan fathah pada huruf fa’-nya.
Qira’ah Syadzdzah
Yaitu
qira’ah yang tidak sahih sanadnya, walaupun sesuai dengan kaidah bahasa arab
dan rasm utsmani. Contoh qira’ah syadz adalah bacaan: مَٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ
Kata ملك pada ayat ini dibaca fi’il madh (ملك) sementara kata يوم dibaca fathah (nashab).
Qira’ah seperti ini tidak bisa diterima karena sanadnya tidak sahih.
Adapun hukum qira’ah
syadz adalah:
- Haram dipakai dan tidak sah shalat yang menggunakan qira’ah ini, karena ia bukan termasuk bagian dari bacaan al-qur’an.
- Sebagian besar fuqaha, termasuk imam syafi’I, berpendapat tidak boleh berhujjah dengan qira’at syadz, karena ia tidak termasuk model bacaan al-qur’an. Tapi menurut mazhab Hanafi dibolehkan berhujjah dengan qira’ah ini dalam masalah hukum, karena qira’ah syadz termasuk bagian dan tafsir.
- Berhujjah dalam masalah bahasa dibolehkan dengan menggunakan qira’ah ini.
Qira’ah al-mudrajah
Yaitu
kata atau kalimah yang ditambahkan atau diselipkan pada ayat al-qur’an. Seperti
bacaan Ibnu Abbas: وَٱنظُرْ إِلَى ٱلْعِظَامِ كَيْفَ
نُنشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًا فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُۥ قَالَ أَعْلَمُ
أَنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
Atau
bacaan Sa’ad bin Abi Waqqash:
.السدس منهم حد وا فلكل (ام من)
اخت
أو أخ، وله
Qira’ah Mudrajah haram dipakai dan diyakini sebagai
bagian dari model bacaan al-qur’an
Qira’ah Maudlu’ah
Yaitu
qira’ah yang tidak bersumber dari Nabi, hanya merupakan buatan seseorang.
Contohnya, firman Allah Swt:
وكان الله مو سيي تكليم
Kata مو سي dibaca rafa’ dan kata dibaca nashab. Ini
adalah qira’ah ahli bid’ah dari kelompok mu’tazilah. Qira’ah maudlu’ haram
dipakai dan diakui sebagai bagian dari model bacaan al-qur’an.
إرسال تعليق