Penyuntingan berasal dari kata dasar sunting melahirkan bentuk turunan menyunting (kata kerja), penyunting (kata benda), dan peyuntingan (kata benda).
Kata menyunting bermakna (1) mempersiapkan naskah siap cetak atau siap terbit dengan memperhatikan segi istematika penyajiannya, isi, dan bahasa (menyangkut ejaan, diksi, dan struktur kalimat); mengedit; (2) merencanakan dan mengarahkan penerbitan (surat kabar, majalah); (3) menyusun dan merakit (film, pita rekaman) dengan cara memotong-motong dan memasang kembali (KBBI, 2001 : 1106)
Orang yang melakukan pekerjaan menyunting disebut penyunting, yaitu orang yang bertugas menyiapkan naskah (KBBI, 2001:1106). Selanjutnya kata penyunting bermakna proses, cara, perbuatan sunting-menyunting; segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan menyunting; pengeditan. Dengan demikian, penyuntingan naskah adalah pross, cara, perbuatan menyunting naskah.
Berdasarkan perkembangan bahasa Indonesia akhir-akhir ini, istilah penyuntingan disepadankan dengan kata inggris “ editor “ atau “ redaktur . Kata yang pertama diturunkan dari bahasa latin “ editor, edi “ yang berarti menghasilkan atau mengeluarkan ke depan umum. Adapun kata yang ke dua juga dijabarkan dari perkataan latin “ redigore “ yang bermakna membawa kembali lagi. Kedua perkataan inggris tadi kemudian berkembang menjadi berarti, menyiapkan, menyeleksi dan dan menyesuaikan naskah orang lain untuk penerbitan, dengan catatan bahwa istilah editor lebih sering dipergunakan orang.
Dengan demikian istilah penyuntingan yang kini di populerkan di Indonesia merupakan istilah yang di selangkan dengan istilah redaksi. Istilah yang terakhir ini sebelumnya lebih sering di pakai orang berdasarkan hasil serapannya dari bahasa belanda “ Redactic”
Konotasi yang berkembang di Indonesia lebih mengaitkan istilah redaksi pada surat kabar dan majalah berkala. Istilah ini sulit diterima untuk kegiatan seperti mempersiapkan buku buat penerbitan, atau pemeriksaan tugas tesis mahasiswa sebelum diuji. Perkataan pnyuntingan yang bari digali dari kosakata pribumi itu dianggap lebih neutral untuk memenuhi berbagai keperluan yang maksudnya semakin luas. Oleh karena itu, penyuntingan dapat didefenisikan sebagai orang yang mengatur, memperbaiki, merevisi, mengubah isi dan gaya naskah orang lain, serta menyesuaikan dengan suatu pola yang dilakukan untuk kemudian membawanya ke depan umum dalam bentuk terbitan.
Pekerjaan penyuntingan karya ilmiah untuk diterbitkan bukanlah pekerjaan yang ringan sehingga tidak dapat dijadikan kegiatan sampingan. Namun, sudah bukan rahasia lagi bahwa penyuntingan berkala tidak pula pekerjaan berat. Pada pihak lain penyuntingan menuntut banyak dari seseorang, sebab disamping itu secara sempurna menguasai bidang. Umumya ia harus mempunyai kesempurnaan bahasa yang tinggi. Selanjutnya ia pun perlu memahami gaya penyuntingan dan proses penerbitan ataupun redaksi penernbitan karya termaksud. Oleh karena itu, untuk dapat memenuhi fungsinya dengan baik seorang penyunting haruslah mempunyai modal waktu, kemauan, kemampuan, dsiplin kerja serta pemahan teori.
Karena pentingnya fungsi penyunting sebagai penghubung, haruslah tersedia saluran akrab dan terbuka diantara penulis-penyunting-pembaca. Semuanya harus satu nada, satu irama, dan satu gelombang. Keselarasan tersebut akan sangat menentukan keteraturan isi karya yang disusun oleh penulis, kemudian diolah penyunting dan dikeluarkan penerbit serta akhirnya di telaah pembaca. Pengaturan dan penyelarasan semua parameter tadi berada di tangan penyunting yang kemudian menghasilkan berbagai kategori terbitan berkala.
Menjadi hak penyunting untuk menggariskan dalam menentukan tingkat keteknisan berkala yang diasuhnya. Begitu pula para penyuntinglah yang memutuskan bentuk penampilan majalah, besar ukuran kertas, tata letak dan perwajahan, serta tebal atau jumlah halaman per nomor atau per jilid. Dalam mengeluarkan petunjuk pada calon penyumbang naskah, para penyunting majalah bermaksud telah memformulasikan gaya selingkung yang mutlak harus diisi demi kekosistenannya. Tetapi, begitu pola ditetapkan, menjadi kewajiban penyunting pula untuk menjaga kemantapan semua yang telah digariskan tadi.
Penyuntingan bermaksud mengenal pasti masalah yang terdapat dalam taipskrip dan menyelesaikannya. Penyuntingan melibatkan tugas-tugas menulis semula, menyusun semula, melengkapkan, membaiki dan menyelaraskan taipskrip bagi mengawal dan meningkatkan mutunya untuk tujuan penerbitan. Untuk bisa menjadi seorang editor atau penyunting yang baik, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh penyunting. Syarat-syarat tersebut sebagai berikut.
  • Editor hendaklah mempunyai kelayakan dan pengetahuan dalam bidang yang dinilai. 
  • Mempunyai waktu yang cukup untuk menilai taipskrip dalam tempoh yang ditentukan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka. 
  • Bertanggungjawab terhadap laporan penilaiannya.

Post a Comment

Selamat Datang di Satu Djiwa Blog, Semoga Apa yang Ada di Blog Sederhana ini Bermanfaat Bagi Para Pengunjung